Nggak Ada yang Ngasih Tahu Kalau Momen Kecil Bisa Bikin Nangis Diam-Diam

Esai

Gue masih ingat banget pertama kali Daffa lahir ke dunia. Tangisnya kencang, kayak bilang, "Gue siap hidup di dunia yang ribut ini." Hari itu jadi salah satu titik balik dalam hidup gue. Dari yang cuma mikirin diri sendiri, tiba-tiba ada satu manusia mungil yang harus gue jaga, gue bimbing, dan gue temenin tumbuh—sampai kapan pun.

Sekarang? Daffa udah kelas lima SD. Dan lebih dari itu, dia juga udah menjalani salah satu momen penting dalam hidup laki-laki: sunat.

Waktu Terasa Ngebut Banget

Kadang gue suka mikir, kapan ya terakhir kali gue gendong Daffa? Kayaknya baru kemarin dia minta digendong terus, takut gelap, takut suara petir. Sekarang? Dia udah bisa buka obrolan soal game, sekolah, bahkan mulai ngerti soal tanggung jawab. Gue kaget, jujur. Bukan karena dia udah gede, tapi karena ternyata waktu ngebut banget lewatnya.

Tanggal 8 Mei 2025, Daffa disunat. Ada rasa bangga, haru, sekaligus sedih yang numpuk di dada. Bukan sedih karena dia kesakitan (walau itu juga), tapi karena gue sadar… anak gue makin gede. Dan makin gede, makin sedikit waktu gue buat bisa nemenin dia di setiap momen hidupnya.

Panggung Sederhana Tapi Penuh Makna

Di foto ini, kita duduk bareng. Gue, istri gue, dan Daffa. Di belakang ada dekorasi biru dan emas, balon warna-warni, tulisan “SELAMAT KHITAN DAFFA” yang bikin suasana makin hangat. Sederhana, tapi penuh cinta.

Ada juga foto Daffa digantung di tengah, pakai jas kecil yang bikin dia keliatan lebih dewasa dari umurnya. Dan di sisi lain, ada sepupunya yang asik sendiri main HP, jadi pengingat bahwa hidup tetap jalan walau kita lagi ngadepin momen besar.

Waktu foto ini diambil, gue ngerasa kayak lagi jeda. Bukan karena lelah, tapi karena ingin menikmati. Karena setelah ini, semua akan berubah lagi. Daffa mungkin nggak akan terus-terusan duduk manis buat foto keluarga. Mungkin suatu hari, dia bakal lebih suka nongkrong sama temennya daripada cerita ke kita. Dan itu wajar.

Daffa, Anak yang Bikin Gue Belajar Lagi Jadi Manusia

Daffa bukan cuma anak gue. Dia guru kecil gue. Lewat dia, gue belajar sabar. Belajar nerima bahwa nggak semua hal bisa gue kontrol. Belajar bahwa ngambek anak kecil itu bisa jadi bentuk komunikasi juga, bukan sekadar rewel.

Gue juga belajar untuk nggak egois. Kadang, di tengah tekanan kerja dan kehidupan, Daffa datang cuma buat minta gue temenin main atau bantuin PR. Dulu, gue sempet ngerasa itu gangguan. Tapi sekarang, gue sadar… itu justru panggilan paling tulus dari orang yang sayang sama gue, tanpa syarat.

Tentang Rasa Takut dan Harapan

Jelang hari sunat, Daffa sempat takut. Dia nanya banyak hal yang bikin gue senyum-senyum sendiri.

Ayah, nanti sakit banget nggak?

Nanti bisa main bola lagi, nggak? 

Kalau udah disunat, aku jadi kayak ayah ya?

Pertanyaan-pertanyaan yang polos tapi dalam. Gue jawab semuanya sebaik mungkin, walau dalam hati gue juga takut. Takut dia trauma. Takut dia kesakitan. Tapi di balik semua itu, ada harapan yang tumbuh. Harapan bahwa dia bisa melewati ini, dan jadi lebih kuat.

Dan ternyata, dia lebih berani dari yang gue kira. Setelah sunat, Daffa malah senyum dan bilang, “Nggak seserem yang aku bayangin.” Gue dan ibunya ketawa. Bangga. Haru.

Gue, Sebagai Ayah, Masih Belajar

Ngeliat Daffa tumbuh, gue juga jadi sadar satu hal: gue sebagai ayah pun lagi dalam proses tumbuh. Gue nggak sempurna. Kadang capek, kadang bingung, kadang marah tanpa alasan. Tapi gue terus belajar. Karena punya anak bukan berarti lu langsung paham semuanya. Justru, anak itu kayak cermin. Dia nunjukin ke lu, bagian mana dari diri lu yang harus diberesin.

Daffa pernah bilang, “Ayah, aku sayang ayah walau ayah galak.” Dan itu nusuk banget. Karena ternyata, anak kecil bisa mencintai kita tanpa syarat, padahal kita sendiri sering kasih syarat ke mereka.

Momen Ini Akan Gue Simpan Selamanya

Mungkin suatu saat nanti Daffa bakal malu lihat foto ini. Mungkin dia bakal bilang, “Kenapa sih harus ada foto kayak gitu?” Tapi gue bakal jawab:

“Karena ini momen penting. Karena ini bukti kalau kamu tumbuh jadi anak hebat. Karena ayah bangga sama kamu.”

Foto ini bukan cuma gambar. Ini arsip rasa. Arsip cinta. Arsip perjuangan orang tua yang kadang nggak kelihatan. Dan setiap kali gue lihat foto ini, gue inget lagi: bahwa di tengah segala keributan hidup, ada momen-momen kecil kayak gini yang bikin semuanya terasa berarti.

Penutup

Daffa, kalau suatu hari kamu baca tulisan ini, ingatlah satu hal: kamu nggak pernah sendirian. Ayah dan ibu akan selalu ada di belakang kamu, walau nggak selalu bisa deket secara fisik. Tapi rasa sayang ini nggak akan berubah. Kamu anak hebat. Dan hari kamu disunat adalah salah satu tonggak pertama perjalanan jadi laki-laki yang kuat, sabar, dan bijak.

Selamat tumbuh, Daffa. Terima kasih udah jadi bagian paling indah dalam hidup ayah.

Posting Komentar untuk "Nggak Ada yang Ngasih Tahu Kalau Momen Kecil Bisa Bikin Nangis Diam-Diam"