Ketika Rokok, Kopi, dan Hujan Bekerjasama Menguji Kesabaran

"Kadang hidup cuma pengen ngajak bercanda. Tapi pas kitanya lagi serius, eh dia malah makin keterlaluan."
Gue pernah baca kalimat di atas entah di mana. Tapi percaya deh, kalimat itu terasa nyata banget di hari ketika gue cuma pengen menikmati secangkir kopi dan sebatang rokok, tapi semesta malah ngajak main petak umpet pakai hujan dan kesialan.
Gue ceritain dari awal ya.
Kopi, Rokok, dan Harapan Tipis-tipis.
Waktu itu sore, awan gelap udah ngambang kayak hati mantan yang belum move on. Tapi gue cuek. Di depan rumah, ada kursi plastik yang biasa jadi saksi obrolan nggak penting dan tawa receh bareng teman-teman. Di atas meja, secangkir kopi panas ngebul penuh semangat, kayak lagi nyemangatin gue buat ‘ayo disruput dong, Bro.’
Kopi itu udah kayak sahabat lama. Tapi rasanya nggak lengkap kalau nggak ditemani satu lagi: rokok. Buat gue, kopi dan rokok itu pasangan sejati. Satu pahit, satu ngebul. Tapi bareng-bareng mereka jadi penawar sepi.
Gue langsung cari bungkus rokok yang gue taruh di atas meja. Pas gue buka, hati gue langsung kayak ditonjok kenyataan. Isinya cuma puntung. Puntung kering yang udah beraroma kapok dan nggak bisa diselamatkan.
Ya Allah, hidup, kenapa kejam?
Suep, Teman Sehidup Semati (dalam Hal Kacau)
Belum sempat gue meratapi nasib sepenuhnya, tiba-tiba dari belakang ada suara keras, “Doooor!” dan gue terdorong ke depan.
Itu dia. Si biang onar. Si manusia absurd.
“Gila lu, Pe! Kagetin orang kayak di sinetron horor,” kata gue sambil megang dada.
Namanya Suep. Nama lengkapnya? Nggak penting. Tapi dia pernah nyeletuk, katanya "Suep itu singkatan dari Susu Unta Enak Pen...ilnya." Gue nggak tahu harus ngakak atau prihatin.
Dia itu partner gue kalau urusan nyari rumput buat kelinci. Tapi hari itu, dia berubah jadi partner dalam krisis kopi tanpa rokok.
“Woi, ngopi nggak ada rokoknya,” katanya sambil langsung nyeruput kopi gue. Kopi gue, bro! Yang belum gue sentuh.
“Bangkeee... belum gue cicipin tuh kopi!” Gue langsung protes.
“Udud mana, ndak kelihatan batangnya,” tanya dia sambil celingak-celinguk.
“Lihat nih!” Gue lempar bungkus rokok isi puntung ke perutnya. “Isi tinggal bekas sejarah, Bro."
Suep lalu berdiri dan bilang, “Ya udahlah, aku ke warung dulu, beli rokok.”
“Lu punya duit?”
“Ngutang lah. Di warung Pak De biasa bisa.”
Warung Tutup, Hujan Turun, Kopi Jadi Dingin
Gue kasih lampu hijau dan dia langsung jalan kaki, soalnya warung Pak De cuma beberapa meter dari rumah.
Lima menit... sepuluh menit... eh dia balik.
Bukan bawa rokok.
Tapi bawa tawa kayak orang abis liat meme lucu di Instagram.
“Hahahaaa... Pak De-nya nggak ada, warung tutup!” kata dia sambil ketawa ngakak kayak menang lotre.
“Kacau. Nih duit 10 ribu, ke warung Pak Waud di depan sana. Pokoknya dapet apa aja, yang penting bisa ngebul. Kopi gue udah kayak air rendaman kaus kaki.”
Dia pun berangkat naik sepeda bututnya yang kalau jalan bunyinya ‘kretek-kretek’ kayak radio rusak.
Gue kembali duduk. Nunggu. Lama.
Tiba-tiba, hujan turun. Deras. Petir ikut tampil buat dramatisasi.
Gue melongok ke jalanan, berharap lihat Suep datang dengan rokok. Tapi yang ada cuma angin dan suara tetesan air menghajar atap.
“Kampreeet, biasa aja ujan-ujanan, sekarang kayak anak manja. Lama amat!”
Rokok Basah, Pantat Lecet, dan Harapan yang Gugur.
Akhirnya setelah sekian abad, Suep datang juga. Sepedanya kayak kapal karam, dan mukanya? Lecek. Penuh penderitaan.
“Mana rokoknya?” tanya gue, setengah putus asa, setengah berharap keajaiban.
Dia duduk, naruh sepeda, dan pelan-pelan ngomong, “Tadi udah beli. Tapi pas pulang, ban sepeda masuk lubang, aku jatuh. Rokoknya basah semua. Udah kayak spons cuci piring. Nggak bisa diapa-apain.”
Dia sambil ngelus pantatnya. “Pantatku sakit banget, Bro.”
Gue ngelus dada. “Jadi... kita nggak bisa ngerokok?”
“POSETEP,” jawab dia datar.
“Positif?”
“Posetep Gagal Udud,” jawabnya sambil nyengir.
Gue cuma bisa geleng-geleng sambil ngomong pelan, “KAMPRET TENAN.”
Hidup, Kadang Cuma Pengen Liat Kita Kesel
Hari itu, kopi gue dingin, rokok nggak ada, dan temen gue pulang dengan pantat lecet. Tapi anehnya, gue malah ketawa pas ngingetnya sekarang.
Kayaknya emang gitu ya hidup.
Kadang harapan kecil kayak pengen ngopi sambil ngerokok aja bisa gagal total. Tapi dari situ gue belajar satu hal—bahwa lucu dan sedih itu seringkali datang barengan, dan kita cuma bisa milih mau nikmatin yang mana.
Akhir Kata: Hidup Emang Nggak Selalu Sesuai Rencana, Tapi Kita Bisa Milih Ketawa atau Nyerah
Kalau hari ini lo ngerasa gagal dalam hal kecil, entah itu kopi lo tumpah, hujan di jalan, atau bahkan batal nongkrong bareng temen cuma karena rokok basah, tenang… itu semua bagian dari cerita.
Cerita yang nanti bakal lo kenang sambil ketawa kecil, sambil bilang, “Dulu gue pernah sebegitu niatnya cuma buat sebatang rokok dan segelas kopi.”
Dan percayalah, kadang yang sederhana itu justru yang paling ngena.
Tetap hidup. Tetap tertawa. Dan jangan lupa—kalau nggak ada rokok, nikmatin aja aromanya dari ingatan.
Tes komentar
BalasHapus